Lahirnya Aplikasi Buku Saku Pramuka Pesantren sebagai media inovatif penguatan pendidikan karakter di lingkungan dayah/pesantren di Aceh tidak terlepas dari peran penting Prof. Dr. Mardianto, M.Pd., Guru Besar Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU). Sosok akademisi ini menjadi pemantik utama dalam arah dan substansi pengembangan disertasi Andika Novriadi Cibro, mahasiswa Program Doktor Pendidikan Islam Pascasarjana UINSU Medan.

Andika merupakan praktisi Pramuka yang berasal dari Aceh Singkil. Kiprahnya di dunia esktrakurikuler pramuka dimulai sejak bangku SMP hingga masa SMA saat menjadi santri di Pesantren Darul Arafah Raya, Deli Serdang, Sumatera Utara. Selepas tamat dari pesantren pada tahun 2009, ia melanjutkan pendidikan tinggi di UIN Ar-Raniry Banda Aceh hingga meraih gelar magister. Selama masa perkuliahan, ia tetap aktif membina gugus depan pramuka di berbagai dayah di kota Banda Aceh dan kabupaten Aceh Besar.
Melihat potensi besar yang dimiliki oleh gugus depan pesantren di Aceh, baik secara kuantitas maupun prestasi dalam berbagai ajang kepramukaan tingkat daerah hingga nasional, Andika bersama para pembina lainnya dari berbagai kabupaten-kota di Aceh menggagas pendirian Satuan Komunitas Gerakan Pramuka Pesantren (Sako GPP). Komunitas ini resmi disahkan dalam SK Kwartir Daerah Aceh Nomor 27 Tahun 2019, sebagai implementasi dari Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 177 Tahun 2012 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Satuan Komunitas. Di Aceh, Sako GPP menjadi satu-satunya komunitas pramuka berbasis pesantren di Indonesia dan Andika didaulat sebagai ketuanya.

Meski pada awalnya fokus program komunitas masih terbatas pada pembinaan untuk kepentingan kompetisi, Andika berhasil membawa komunitas ini pada aktivitas berskala besar. Tidak hanya tingkat daerah Aceh saja, Dalam tiga tahun terakhir, ia secara konsisten menyelenggarakan kegiatan kepramukaan se-Sumatera, yang diikuti hingga ribuan santri pesantren dari berbagai provinsi, hingga kegiatan yang dibesutnya pada tahun 2022 dihadiri dan dibuka oleh sekjen Kwarnas (Mayjen TNI Dr. Bachtiar) Puncaknya, pada tahun 2023, ia sukses menghadirkan Ustaz Abdul Somad dalam kegiatan perkemahan santri se-Sumatera yang diselenggarakan di Aceh Singkil. Pada tahun yang sama ia berhasil memupuk kader pramuka dari berbagai pesantren di Aceh hingga lulus seleksi untuk mengikuti World Scout Jamboree di Korea Selatan, utusan peserta dari Aceh-Indonesia didominasi kalangan santri. Pergerakan ini membuat namanya semakin dikenal luas, baik di kalangan tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, maupun jaringan pendidikan dan kepramukaan.

Pada tahun 2020, Andika menetap di Aceh Singkil dan dipercaya mengelola Pondok Pesantren Darur Rasyid sekaligus menjadi dosen tetap di STAI Syekh Abdurrauf (STAISAR) Aceh Singkil. Kegiatannya di bidang kepramukaan tetap berlanjut sebagai pembina dan Ketua Sako GPP Aceh. Namun, ia menyadari bahwa aktivitas pramuka pesantren belum sepenuhnya diarahkan untuk membangun karakter santri secara utuh dan terukur. Kedudukan pramuka sebagai wadah pembinaan karakter belum ditemukan dalam komunitas yang dipimpinnya, hal ini mengakibatkan semarak semangat pramuka dikalangan pesantren hanya untuk meraup prestasi disegala kompetisi pramuka dan lulus seleksi kepesertaan diberbagai ajang kepramukan.
Disamping itu, Sako Pramuka Pesantren yang dipimpinnya juga telah mendapat berbagai kritik dari pimpinan-pimpinan lembaga pesantren/dayah di Aceh, untuk tidak mengakusisi pramuka pada kepentingan kompetisi semata, hal tersebut dinilai sangat rentan menciptakan konflik persaingan antar pesantren. Sebagai ketua komunitas, Andika diminta mengakomodir gudep-gudep pesantren pada penguatan ukhuwah antar lembaga pesantren dan menciptakan formula kepramukaan yang produktif pada pengembangan karakter serta sejalan dengan kependidikan pesantren. Permintaan tersebut belum dapat dipenuhi dengan alasan keterbatasan SDM di organisasi yang mumpuni serta tanpa adanya kerjasama dengan berbagai pihak yang berkosentrasi melahirkan konsep kepramukaan yang khas, sebagaimana yang terdapat pada komunitas pramuka lainnya.
Namun, titik balik terjadi saat Andika melanjutkan studi doktoralnya di UINSU Medan. Setelah menjalani tiga semester, ia mengajukan tiga alternatif judul disertasi. Dua di antaranya berfokus pada pengasuhan dan manajemen pesantren, sementara yang ketiga mengangkat tema kepramukaan pesantren. Tanpa diduga, pihak program studi (prodi) justru memilih judul ketiga. Tidak hanya itu, Prodi juga menetapkan Prof. Dr. Mardianto, M.Pd sebagai konsultan utama penelitiannya yang kedepannya ditetapkan menjadi promotor.

Dalam pertemuan awal, Prof. Mardianto memberikan arahan yang sangat menentukan: disertasinya diarahkan pada pendekatan Research and Development (R&D) menghasilkan produk nyata. “Saya belum pernah bersentuhan dengan R&D karena terbiasa dengan pendekatan kualitatif. Tapi dorongan Prof. Mardianto membuat saya berani mencoba,” ujar Andika.
Pada tahap penggarapan penelitian, ia berencana mengembangkan Buku Panduan SKU Pramuka untuk golongan Penggalang dan Penegak, berlandaskan SK Kwartir Nasional Nomor 199 Tahun 2011. Produk ini didesain untuk pramuka santri pesantren. Namun, dalam sidang proposal disertasi, Prof. Mardianto dihadapan para penguji, menilai bahwa produk buku saja belum cukup kuat untuk sebuah riset doktoral dengan harapan besar untuk digunakan di masa sekarang. Prof. Mardianto menyarankan agar produk dikembangkan dalam bentuk digital atau berbasis web yang dapat diakses dengan mudah oleh pengguna, sejalan dengan arus digitalisasi dan misi UINSU.
Saran tersebut menjadi titik perubahan besar. Bersama pembimbing II, Dr. Junaidi Arsyad, M.A dan dibantu Ka.Prodi PEDI Prof. Dr.Rusydi Ananda, M.Pd. Andika mulai mendalami konsep penulisan dan penelitian disertasi R&D. Ia menemukan gagasan untuk merancang Aplikasi Buku Saku Pramuka Pesantren sebagai media pembelajaran dan pembinaan karakter santri. Aplikasi ini mengintegrasikan nilai-nilai yang tercantum dalam Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dayah, serta menyajikan fitur dan materi yang dibutuhkan oleh para pembina dalam menyusun dan melaksanakan program pramuka di gugus depan pesantren.

Pengembangan aplikasi tentu bukan proses yang mudah. Berbagai tantangan teknis, biaya, dan sumber daya menjadi hambatan nyata. Namun semangat dan dukungan dari Prof. Mardianto menjadi energi utama. “Beliau selalu mengatakan, jika produk ini benar-benar dibutuhkan di Aceh, maka segala tantangannya pasti ada jalan keluar,” ungkap Andika.
Untuk menjamin mutu dan kebermanfaatan produk, Andika membentuk working group lintas institusi yang melibatkan unsur Kwartir Cabang, Kwartir Daerah Aceh, perwakilan Kwarnas, serta tokoh-tokoh pimpinan pesantren di Aceh. Validasi produk juga melibatkan para ahli di bidang media, pramuka, pembelajaran berbasis teknologi dan ahli pesantren.

Meyakinkan berbagai pihak untuk terlibat dalam penelitian berbasis produk bukanlah hal mudah. Terlebih, Andika menargetkan agar produk ini mendapat dukungan resmi dari Pemerintah Aceh. Namun, melalui pendekatan persuasif dan kematangan konsep, ia berhasil menggerakkan banyak elemen masyarakat dan pemerintah untuk mendukung penelitiannya. Produk yang dikembangkan menjadi pusat perhatian kalangan ulama dan praktisi pendidikan dayah di Aceh hingga mendapat legitimasi resmi dari Dinas Pendidikan Dayah Aceh serta di sambut baik oleh Ka.Mabida/Gubernur Aceh (H.Muzakir Manaf) yang sebelumnya menjabat sebagai Ka.Kwarda Aceh.
Melalui tahapan uji coba produk dengan metode ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation), aplikasi ini terus dikembangkan secara sistematis hingga siap untuk diterapkan secara luas. Aplikasi Buku Saku Pramuka Pesantren telah menjadi produk riset yang tidak hanya kuat secara akademik, tetapi juga relevan secara praktis dan sosial.

Prof. Mardianto adalah anugerah dalam perjalanan akademik saya. Beliaulah pemantik utama lahirnya aplikasi ini dan saya telah menemukan jawaban dengan solusi jitu dari keresahan pimpinan-pimpinan lembaga pesantren di Aceh terhadap pramuka. “Saya tidak pernah mengira jalan untuk menemukan solusi terdapat diruang akademis. Saya masih ingat, dalam sidang tertutup beliau berkata, ‘Jika Anda tetap menggunakan pendekatan kualitatif, Anda tidak akan pernah sampai ke tahap ini’,” kenang Andika dengan penuh syukur.
Kini, aplikasi tersebut tidak hanya menjadi bagian dari disertasi, melainkan juga menjadi tonggak baru dalam integrasi Gerakan Pramuka dan pendidikan karakter di pesantren, serta menjadi suatu model penerapan Qanun Aceh. Hasil penelitian ini melegitimasi pramuka menjadi wadah pembinaan karakter santri-santri dayah/pesantren di Aceh.








